Sunday, October 27, 2013

SIDE OF MEMORIES

http://misterjack25.blogspot.com/p/blog-page_30.html
                      MERPATI DARI UTARA

     Astaga !Sungguh alasan yang tidak masuk akal. Pikiranya picik, jiwanya kerdil, dan nasionalismenya rendah. Betapa tidak!Kalaupun aku menjalin asmara dengan Sao Chun,itu hanyalah soal hati,perasaan atau emosi,dan memang banyak persamaan,baik visi dan misi kami berdua tentang cinta.Kami membangun cinta berdasarkan otak,sehingga aku hanya menghargai hal-hal yang bersifat rasional dan reasonable.Aku tidak akan mencampuradukan prosesi cintaku ini dengan ras,agama, etnis,ataupun kultur yang memang tidak aku butuhkan dalam membangun perhelatan cinta ini. Walaupun secara kasat mata,aku dan Sao Chun datang dari arah yang berlainan.Tapi karena hati dan cintalah ,perbedaan-perpedaan yang muncul bisa kami kubur dalam-dalam sehingga yang tumbuh mendominasi menghiasi hati kami berdua hanyalah persamaan,komitmen,dan emosi cinta.Dan atas dasar cinta pulalah  aku bisa jalan bareng bersama Sao Chun.                                                                  
     Aku hanya percaya bahwa hidup,mati,jodoh,rizki itu milik Tuhan. Sehingga tidak sopan dan tidak pantas manusia mencampuri urusan yang bukan wewenangnya, Bukan kapasitas dan otoritasnya..Sebab tugas manusia hanyalah berusaha dan berdo’a, selebihnya milik Tuhan. Itu yang aku tahu.
     Dan aku memang telah berikrar dalam hatiku untuk tidak akan mengendorkan obsesiku,apalagi menghentikan langkahku bersama Sao Chun,atau aku akan dikatakan picik dan munafik kalau aku harus menyerah begitu saja pada nasip.Betapa tidak...!Beragam badai dan topan silih berganti menerpa menerjang lajunya cintaku bersama Sao Chun.Duri-duri yang tajam siap melukai setiap jengkal langkahku,namun aku tidak akan mundur sejengkalpun untuk memenuhi janjiku pada Sao Chun.
     “Chun,nampaknya papamu jelas aku bukan pilihanya!”
      “Maksud mas?”
      “Maksudku,kita harus ‘cut’ sampai disini.Terus kamu,     gimana?”                                                                                                                                     “Tidak...!”. “Aku tetap mas,merpati tak pernah ingkar janji”
      “Terima kasih,Chun!”. Kataku.
     Memang Sao Chun merupakan gadis yang lembut, ramah, tutur katanya,sopan,dan perangainya menyenangakan. Sehingga tidak sedikit teman-temanku yang mabuk kepayang padanya. Dan aku tentu bangga punya adik dan kekasih seperti dia. Maka dalam beberapa tulisanku, aku sering meneyebutnya, ‘beuty is truth’.Karena dia tidak hanya cantik, akan tetapi ketulusan dan kejujuran hatinyalah membuaku semakin tegar menghadapi setiap badai yang berusaha menghempaskan lajunya cintaku bersama Sao Chun ini.  Bahkan dia menjadi inspirasi disetiap karyaku.Yach....andaikan bunga, dia seperti bunga teratai yang tumbuh indah di tengah lautan,Maksudku indah dipandang dan tidak mudah disentuh orang. Tentu memerlukan sampan dan dayung yang kuat,serta dengan kesabaran juga sentuhan khusus untuk meraihnya.Tapi tak seorangpun mampu menyentuhnya apalagi meraihnya.  Satu per- satu mereka harus mundur  dengan teratur walaupun asa telah penuh harap dan otak penuh ambisi, namun harus stop sampai disini. Dan hanya aku yang mampu menyentuh dan memetik teratai yang indah itu.
     Namun dibalik kelembutanya, dia juga merupakan gadis yang keras dan idialis. Kemauanya keras, pilhanya tegas, dan tak seorangpun  mampu membelokan, apalagi mempengaruhi jalan pikiranya, termasuk papa dan mamanya.
        “Tapi Mas, ibumu juga tidak menginginkan aku sebagai calon menantunya!”
         “Tidak Chun,  emas murni tak tak takut bara api!”
         “Maksud Mas!”
         “Akan kuhancurkan semua dinding penyekat yang  berusaha memisahkan lajunya cinta kita, akan kusingkirkan semua badai dan topan yang menghadang  langkah kita . Demi kamu!, Demi kita chun!”,  kataku bersugguh-sungguh.
     Sao Chun mendengarkan kata-kataku dengan seksama. Bibirnya tersenyum. Matanya yang  tinggal segaris dan teduh itu memandangku. Duduknya digeser merapat disampingku. Kepalanya disandarkan didadaku. Matanya dipejamkan, dan bibirnya yang indah itu terkatup dan sedikit terbuka , lantas...kusentuh dengan ujung bibirku. Kutahan sesaat, dan  sedikit kutekan, dan ahaay...asyik sekali bibir Sao Chun ini.
     Memang perjalanan cintaku bersama Sao Chun ini penuh dengan liku dan benar-benar menguras otaku. Betapa tidak! Dari pihak orang tuaku, haram menjalin hubungan dengan gadis yang tidak se-etnis. Alasanya tidak menghargai leluhur, tidak menghargai nenek moyang, dan yang lebih konyol lagi akan merusak garis keturunan. Dan aku diancam tidak akan  dibiayai kuliahku. Sehingga selama ini aku harus backstreet menjalin asmara dengan gadis keturunan utara ini. Sehingga aku sangat mangkel dan mendongkol mendengarkan petuah-petuah dari ibuku yang sangat kolot dan irasional...dan aku bersumpah, akan kuhabisi kepercayaan-kepercayaan yang  menyesatkan dan bodoh itu.
     Begitu juga dari pihak orang tua  Sao Chun. Mereka melarang keras hubunganku dengan Sao Chun, juga dengan beragam alasan yang tidak kalah menarik konyolnya dengan jalan pikiran orang tuaku. Mereka mengatakan bahwa menikah dengan lain golongan tidak akan bisa kaya, alias kere. Hidupnya akan sengsara, dan seret rizkinnya. Dan yang lebih gila lagi, Sao Chun akan dikeluarkan dari keluarganya jika tetep nekat bersamaku.  Sungguh alasan yang benar-benar  tidak  patut dicontoh dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenaranya.
     Namun aku tetap bersikukuh bersandar pada kebenaran otaku,  dan jalan pikiran Sao Chun  yang mengedepankan common sense  dalam menyiasati setiap permasalahan   yang muncul dalam kehidupan kisah cintaku ini. Aku tidak peduli rintangan apapun yang menghadang yang tidak ada hubunganya  dengan  materi perjalanan cintaku bersama Sao Chun. Aku terus melaju, myheart will go on, apapun resikonya.  Dan tidak aku hiraukan ocehan  ataupun gunjinan  yang kudengar  dari telinga kanan dan kiri yang hanya semakin  membakar darah mudaku semakin memuncak.  Akan tetapi karena kegigihanku  selama ini yang pantang menyerah, tak mengenal putus asa, dan aku tetap teguh memilih Sao Chun sebagai kekasihku, akhirnya luluh juga hati ibuku. Mereka mau menerima Sao Chun menjadi bagian dari keluargaku dengan catatan kuliah menjadi prioritas utama dan harus sukses. Begitu juga papa dan mamanya Sao Chun, mereka harus menanaggalkan arogansinya, harus mengubur falsafah konyolnya, dan harus mau menerima kenyataan  bahwa anaknya tetap memilih aku sebagai calon pendampingnya.
     Benar memang ibuku, study harus nomer satu. Menurutku juga demikian, dan Sao Chun juga mempunyai  prinsip yang sama akan pentingnya ilmu sebagai  piranti kehidupan ini,  disamping  cinta .  Sebab hanya dengan ilmu kita akan lebih dihargai, dihormati, dan kehidupan kita akan lebih elegan. Kita tidak munafik ,tanpa cinta  hidup ini kurang indah dan tidak bergairah. Maka ilmu dan cinta harus bisa jalan beriringan. Aku berharap demikian, aku menginginkan Sao Chun menjadi seorang gadis yang sukses. Begitu juga aku sendiri, study-ku harus  sukses, dan akan kubuktikan obsesiku pada ibuku bahwa aku bisa terbang  ke langit untuk meraih bulan dan bintang  bersama sayap merpatiku yang tak pernah ingkar janji ini. ***    
                                              
  AHMAD MURJOKO, pendidik di SMA Negeri Trawas & Lemebaga Swasta.                                                                                                                                          

                                                                                                     

0 comments:

Post a Comment

 
Design by http://4-jie.blogspot.com/ | Bloggerized by Fajri Alhadi