Saturday, October 26, 2013

SIDE OF MEMORIES III


                                                            MERPATI
Astaga pikiranku stuck! Dadaku berdebar. Jantungku berdetak kencang. Dan terasa tidak nyaman seluruh tubuh ini. Aku benar – benar gelisah dan risau banget. Seperti cacing kepanasan hingga aku terasa tidak kerasan dimanapun tempat. Padahal pekerjaanku butuh kosentrasi penuh. Butuh ketenangan. Agar hasilnya maksimal. Tapi aku harus pulang sekarang juga!
Dan memang aku kerja di Jakarta ini sebenarnya ada dua orang yang tidak menyeyujuinya. Pertama, ibuku dengan alasan terlalu jauh . Kedua, Arifanty adiku yang juga kekasihku yang memang telah mengisi seluruh kisi hatiku. Andaikan bunga, dia merupakan melati yang tumbuh indah dengan  baunya yang mampu mengaharumkan seluruh hati dan jiwaku. Hingga aku tidak mungkin berpaling kasih pada siapapun. Itulah kata hatiku yang telah tertanam semenjak aku jalan bareng sama Fanty.
    “Fan, gimana aku nanti kalau dipindah ke Jakarta?”, tanyaku suatu ketika.
“Tidak!”, jawabnya tegas. “Emang mas mau cari kerja lain?”
     “Yo tidak Fan, Cuma barangkali aku mendapat kedudukan yang lebih menantang. Sebab teman – teman bilang ada rumors bahwa aku dipromosikan menduduki posisi baru sebagai Desaign Market Program, gak apa-apa,yo ?” kataku merajuk.
“Tidak! Pokoknya tidak!”, jawabya tegas. Matanya tajam menatapku bahkan terasa sampai ulu hatiku. Bibirnya digigit kekanan dan kekiri. Ada rasa cemas dan kwatir bila jauh dariku. Dia nampak kesal dan jengkel memandangku. Kelopak matanya sudah mulai nampak berkunang kunang. Dan kalau sudah demikian aku harus merayunya. Biar suasana kembali ceria. Biar rembulan kembali berseri diwajahnya.Biar hatinya kembali memancarkan bianglala. Namun dia masih terdiam dan mematung dan terus memandangku.
     “Oya Fan,  besok kalau kuliah aku antar, yo? Terus kalau kamu pulang, tilpon aku dulu barangkali aku bisa ngantar”, kataku terus merayunya. Arifanty tidak menjawab, namun dia menganggukan kepalanya berarti setuju dan itu berarti mulai reda emosinya.
“Pokoknya  Mas gak boleh pindah ke Jakarta!”, katanya sekali lagi. Dan memang mungkin terlalu kuatnya pengaruh cinta dariku, atau bisa juga begitu indahnya benih cinta yang aku tanamkan dihatinya , sehingga Fanty selalu merindukanku, dan tidak bisa jauh dariku. Bahkan mamanya pernah  bilang, kalau aku tidak terlalu sibuk, disuruh sering sering datang untuk menemani Fanty. Begitu juga aku, Fanty sudah menjadi seperuh hatiku, bahkan dia telah menyatu dan mengalbu dalam kehidupanku.
Jam  9.30 malam aku sampai di juanda. Aku bergegas menuju pintu keluar dan langsung naik taxi menuju rumah Fanty, besok saja aku pulang ke rumah sekalian mengajak adiku, fanty. Saat ini, aku harus ketemu fanty. Yach, ini memang salahku, aku ke Jakarta tidak membertahunya lebih dulu. Pasti dia ngambek, kecewa bahkan marah padaku. Apalagi aku sudah dua bulan tidak mengabarinya. Tentu dia sudah amat merindukanku. Karena dia pernah bilang padaku bahwa kalau aku sepulang dari rumahnya, selang dua jam saja katanya sudah kangen lagi sama aku. Terimakasih, Fan! Kata hatiku sebab sebenarnya sama, tetapi aku memang sudah didoktrin untuk membangun cinta itu tidak hanya atas dasar  emosi, akan tetapi yang lebih penting adalah edukasi, dan aku juga pernah membaca salah satu statemenya filosof terkenal. J.Adler…reading and writing are basically of good life…yang maksudnya jika kamu ingin kehidupamnu menjadi berkualitas, maka tidak ada cara lain, yaitu bekalilah dirimu dengan berbagai macam ilmu pengetauhan yang kelak akan membimbingmu menjadi orang yang dihormati, disegani, bahkan disayangi oleh orang orang terdekatmu.
Akhirnya sampai juga aku ke rumah Arifanty. Sudah agak malam memang. Tapi rupanya masih banyak karyawan papanya yang nongkrong didepan pagar rumahnya. Taxi tepat berhenti didepan rumahnya. Tahu aku yang datang buru-buru salah satu diantara mereka  lari masuk memberitahu majikanya. Lantas mamanya muncul, disusul papanya…,lama banget tidak kesini?, kata mamanya. Kemana saja kamu selama ini? Kata papanya. Tapi aku tidak menjawab, malas. Pusing! Di otaku hanya terpikirkan adiku, Fanty.Yang lain tidak penting dan Tidak ada urusan. Aku masuk dan langsung duduk di ruang tengah, namun aku lihat Arifanty tidak Nampak, sebentar mamanya menyuruhku masuk ke kamarnya dan rupanya dia ada dalam kamarnya, Astaga! Pekiku dalam hati! Adiku nampak kurus banget. Wajahnya Nampak murung. Matanya Nampak  mendung yang siap mengahambur menjadi air hujan, dan aku harus mampu menghalaunya. Dia terdiam dan tidak merespon akan kedatanganku.
“Adiku, gimana kabar?”, kataku sambil mengahampirinya. Fanty tidak bereaksi. Matanya terus tertuju pada monitor labtop, disitu nampak beragam fotoku dan dia saat kami berada dihadapan orang tua kami berdua. Dan kedua jari tangannya dengan perlahan mengedit foto – foto tersebut.
“Adiku, aku minta maaf! Kenapa aku lama tidak mengabarimu. Sekarang aku ceritakan, Ok!” .  Sesaat Fanty memandangku, lantas bangkit dan pindah duduk ditepi tempat tidurnya. Akupun menghampirinya.
“Adiku, sebenarnya walaupun aku ke Jakarta, namun hatiku tertinggal disini. Itu terbukti setiap saat aku merasakan selalu gelisah dan risau sekali, yach pangkal ujungnya aku amat merindukanmu. Dan hari ini,sebenarnya aku belum pulang, akan tetapi aku sudah tidak tahan menahan gejolak hatiku yang amat merindukan adiku,terus kesini, dan akupun belum pulang, Adiku ikut ke rumah ya!”  fanty  tidak menjawab. Namun matanya yang mendung, keruh ,dan siap meleleh tadi kini sedikit nampak pijar dan rembulan yang menerangi hatinya. Lantas jemarinya meraih jariku. Alhamdulilah! Adiku sudah tidak marah lagi. Tidak murung lagi.
“Tapi , mas kenapa gak bisa aku hubungi”. Tanyanya dengan suaranya yang parau.
“Iyo, adiku. Aku kan wis bilang. Karena aku amat risau sehingga saat aku wudhu mau sholat ponselku kecemplung , yach hangus semua nomernya, termasuk nomer adiku!”, kataku menjelaskan. Fanty seksama mendengarkanku. Lantas duduknya digeser merapat disampingku. Pandang matanya teduh menatapku, dan ah sensor…!
Aku dan Arifanty memang sudah sepakat dalam menjalani prosesi cinta ini, akan  menjalani cinta yang beretika dan bermartabat. Artinya kita berdua akan menjaga kesucian dan kemurnian cinta ini sampai pada saatnya. Aku sangat menhormati Fanty,dan Fanty-pun demikian terhadapaku. Sehingga asmara yang aku bangun dengan Fanty ini murni isi hati, gejolak hati, sehingga aku bisa membangun cinta kami berdua dengan begitu indah dan sangat nyaman, dan tidak terkontaminasi dengan apapun hal – hal yang merusak mahkota cinta kami berdua. Aku berharap fanty kelak menjadi seorang wanita sukses.
 “Eh Mas, punya hutang aku,ya?, tanya Fanty kemudian.
“Apa Fan? Oiya, cerita yo?” [ ceritanya episode lain, and mungkin kamu tanya kenapa aku di ijinkan bahkan familiar dengan kamar fanty, atau kenapa disana terdapat foto kami berdua dan dihadapan orang tua kami berdua *****

Murjoko, S.S , Guru B. Inggris di SMA.N I Trawas dan Lembaga Swasta di Mojokerto


Friday, October 25, 2013

SIDE OF MEMORIES

                            MERPATI  DARI  UTARA   ll


    “Aku menyimpan rindu dihatiku. Aku menyimpan rasa cemas dihatiku. Aku menyimpan rasa risau yang selalu menggoda hatiku. Bahkan ada rasa iri bila ada orang lain yang menyebut namanya. Getaran hatiku yang tak menentu pertanda tumbuhanya benih cinta dihatiku. Ya, ini pasti jatuh cinta. Kegalauan hati semakin hari semakin menjadi. Gejolak hati juga kian meninggi. Degup jantung semakin kencang. Emosi semakin tinggi, dan ah..

 
Design by http://4-jie.blogspot.com/ | Bloggerized by Fajri Alhadi